dzikir

Motif Kain Batik Truntum

Simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang (tumaruntum).

Motif Kain Batik Tulis Madura

Madura Proverb: lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Better off dead (white bone) rather than shame (white of the eye).

Motif Kain Batik Yogyakarta

Yogyakarta city is known as a center of classical Javanese fine art and culture such as batik, music, and puppet shows.

Motif Kain Batik Grompol

Grompol, which means gather together symbolizes the coming together of all goods things, such as luck, happiness, children, and harmonious married life.

Motif Kain Batik Indonesia Lainnya

Batik has become one of the principal means of expression of the spiritual and cultural values of Southeast Asia.

Sabtu, 30 Maret 2013

Agency Cost

Biaya keagenan (agency cost) adalah konsep ekonomi mengenai biaya pemilik (principal) baik organisasi, perseorangan atau sekelompok orang, ketika pemilik (principal) memilih atau menyewa seorang "agen" untuk bertindak atas namanya. Kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda dan agen memiliki informasi lebih banyak , maka pemilik (principal) tidak bisa secara langsung memastikan bahwa agennya selalu bertindak dalam kepentingan yang terbaik bagi pemilik (principal).

Contoh dari biaya keagenan:
  1. Biaya yang ditanggung oleh pemegang saham pemilik (principal) , ketika manajemen perusahaan (agen) membeli perusahaan lain untuk memperluas kekuasaannya, atau menghabiskan uang pada proyek-proyek yang lebih disukai bukannya memaksimalkan nilai perusahaan.
  2. Masyarakat sebagai pemilih dimana berperan sebagai principal ketika seorang politisi/wakil rakyat sebagai (agen). Seringkali politisi tersebut yang lolos legislatif selalu dibantu oleh "kontributor" besar untuk kampanye mereka daripada para pemilihnya.
Sumber biaya
Biaya ini terdiri dari dua sumber utama:
  1. Biaya inheren terkait dengan penggunaan agen (misalnya, risiko bahwa agen akan menggunakan sumber daya organisasi untuk keuntungan mereka sendiri) dan
  2. Biaya teknik yang digunakan untuk mengurangi masalah yang terkait dengan agen menggunakan informasi -pertemuan lebih lanjut tentang apa yang dilakukan agen (misalnya, laporan keuangan biaya produksi ) atau menggunakan mekanisme untuk menyelaraskan kepentingan agen dengan principal ( misalnya kompensasi eksekutif dengan pembayaran ekuitas seperti opsi saham ).
Biaya keagenan dalam tata kelola perusahaan
Asimetri informasi yang ada antara pemegang saham dan Chief Executive Officer (CEO) umumnya dianggap sebagai contoh klasik dari masalah principal-agent . Agen (manajer) bekerja atas nama principal (pemegang saham), yang tidak mengamati tindakan, atau banyak tindakan, atau tidak menyadari dampak dari banyak tindakan agen. Yang paling penting, bahkan jika tidak ada informasi asimetris, desain kontrak manajer akan menjadi sangat penting untuk menjaga hubungan antara tindakan mereka dan kepentingan pemegang saham.
Asimetri informasi memberikan kontribusi untuk masalah moral hazard dan adverse selection.
Biaya agensi terutama timbul karena biaya kontrak dan perbedaan kontrol, pemisahan kepemilikan dan kontrol serta tujuan manajer.yang berbeda (bukan maksimalisasi pemegang saham)

Manajemen
Kasus klasik agency cost perusahaan adalah profesional manajer-khususnya CEO-dengan hanya sebagian kecil kepemilikan, memiliki kepentingan yang berbeda dari pemilik perusahaan.
Alih-alih membuat perusahaan lebih efisien dan menguntungkan, CEO mungkin tergoda untuk:
  1. Membangun kerajaan (yaitu meningkatkan ukuran perusahaan, bukan ukuran dari keuntungan, "yang biasanya meningkatkan prestise eksekutif ', tunjangan, kompensasi", dll, tetapi dengan mengorbankan efisiensi dan nilai perusahaan);
  2. Tidak memecat bawahan yang biasa-biasa saja atau bahkan yang tidak memiliki kemampuan
  3. mempertahankan uang dalam jumlah besar, boros, memberikan kemerdekaan dari pasar modal
  4. Maksimum kompensasi dengan meminimalkan "persyaratan" -tekanan
  5. Melakukan Penipuan, manajemen bahkan mungkin memanipulasi angka-angka keuangan untuk mengoptimalkan bonus dan harga saham yang berhubungan dengan pilihan.

    Rabu, 27 Maret 2013

    Sistem Informasi Akuntansi


    Sistem Informasi Akuntansi

    Akuntansi disebut sebagai bahasa bisnis karena mengukur dan mengkomunikasikan informasi keuangan dan lainnya tentang manusia, organisasi, program sosial, kegiatan pemerintah, dan usaha bisnis untuk pengambil keputusan.

    Akuntansi juga dapat dilihat sebagai suatu sistem informasi.  Di kebanyakan organisasi, akuntansi adalah sistem informasi utama kuantitatif.  Sistem akuntansi menerima informasi dari lingkungan (perusahaan, instansi pemerintah, pemasok, pelanggan, dll), mengukur informasi, catatan itu, proses, dan isu-isu melaporkan kembali ke lingkungan. 
    Orang-orang bertindak atas dasar laporan akuntansi yang pada gilirannya, diterima, diukur, dicatat, dan diproses oleh sistem akuntansi.  

    Sistem Informasi Akuntansi dibangun pada struktur tertentu dari kegiatan usaha organisasi.  Sebuah sistem yang dirancang dengan baik mencakup prosedur untuk mengukur, merekam, dan peristiwa ekonomi meringkas, tetapi memberikan kontrol internal yang dirancang untuk mengamankan aset dan meningkatkan efisiensi operasional, dan memungkinkan pengambilan data yang relevan untuk pelaporan internal atau eksternal. 

    Sistem Informasi Akuntansi adalah sistem pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan  keuangan dan akuntansi data yang digunakan oleh pengambil keputusan . Sebuah sistem  informasi akuntansi umumnya merupakan metode berbasis komputer untuk melacak aktivitas akuntansi dalam hubungannya dengan sumber daya teknologi informasi. Statistik yang dihasilkan laporan dapat digunakan secara internal (oleh manajemen) maupun eksternal (oleh pihak lain yang berkepentingan termasuk investor , kreditur dan otoritas pajak).

    Implikasi Penerapan Sistem Informasi Akuntansi

    Implikasi dan keuntungan dari sistem informasi akuntansi berbasis komputer adalah Pelaporan Keuangan menjadi  otomatis dan ramping. Pelaporan keuangan adalah alat utama bagi organisasi sehingga harus akurat dan ringkas, informasi yang tepat waktu yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan pelaporan keuangan . 

    Sistem informasi akuntansi menarik data dari database terpusat, diproses dan mengubahnya pada akhirnya menghasilkan ringkasan data sebagai informasi yang update sehingga dapat dengan mudah dikonsumsi dan dianalisis oleh analis bisnis, manajer atau pengambil keputusan lainnya. Sistem ini harus memastikan bahwa laporan yang  tepat waktu sehingga para pengambil keputusan tidak bertindak atas informasi yang tidak update/usang yang tidak relevan.
     
    Laporan Konsolidasi merupakan salah satu keunggulan dari pelaporan keuangan yang memakai sistem informasi akuntansi. Kita sebagai manusia tidak dapat melihat dan mencermati sejumlah besar transaksi, human error nya sangat besar jika tidak menggunakan alat bantu.

    Sebagai contoh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Misalnya, pada akhir bulan, seorang akuntan keuangan mengkonsolidasikan semua transaksi pembayaran dengan menjalankan laporan pada sistem. Lapisan aplikasi sistem ini akan memberikan laporan jumlah total yang dibayarkan kepada vendor untuk bulan tertentu. begitu juga dengan perusahaan besar yang menghasilkan data transaksional dalam jumlah yang besar , dengan SIA menjalankan laporan dapat dengan mudah diketahui apakah transaksi harian atau transaksi mingguan.

    Salah Satu Kasus Teori Agensi Indonesia


    ASPEK GOVERNANSI DI SEKTOR PUPUK
    (PROGRAM SUBSIDI HARGA TIMBULKAN MORAL HAZARD DI SEMUA LINI)

    Oleh Mas Achmad Daniri 
    Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance

    Masalah governansi dapat terjadi, baik pada tahap perumusan maupun tahap implementasi kebijakan publik, tidak terkecuali pada kebijakan sistem produksi dan distribusi pupuk. Indikasi adanya masalah dapat terlihat dengan sering berulangnya masalah kelangkaan pupuk atau solusi yang dilaksanakan menimbulkan masalah baru yang lebih serius. Lebih teknis lagi, assessment bisa dilakukan dengan melakukan kajian, apakah tolok ukur kebijakan turunan dari masing-masing instansi pemerintah terkait, mendukung tolok ukur dari kebijakan nasional swasembada pangan. Kemudian, apakah menimbulkan moral hazard yang sangat besar, sehingga biaya-biaya pemasangan rambu-rambu dan upaya pengawasannya sangat besar (rawan dari penyimpangan). Terlebih juga menimbulkan masalah baru yang lebih serius, misalnya deindustrialisasi pupuk yang akan membawa pada krisis ketahanan pangan. Dalam bahasa teknisnya, jangan sampai penetapan kebijakan publik berikut kebijakan turunannya justru menimbulkan biaya agensi (agency cost) yang sangat besar, bahkan membahayakan kepentingan bangsa Indonesia.
    Menarik untuk kita cermati, persediaan pangan di Asia pada masa mendatang menjadi sangat krusial. Mengapa demikian? Karena Asia dengan penduduk terbesar di dunia, ternyata lahan pengolahan tanaman pangannya semakin menciut, tidak terkecuali Indonesia. Itu sebabnya Pemerintah Indonesia mencanangkan kebijakan swasembada pangan. Kebijakan turunannya adalah pupuk harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauan harganya. Industri pupuk wajib hukumnya untuk direvitalisasi dan dikembangkan.
    Lebih lanjut, tentu saja perlu dukungan jaminan pasokan gas secara jangka panjang, sebagai bahan utama industri pupuk. Namun ironisnya, sampai sekarang tidak ada kepastian pasokan gas. Kontrak pasokan gas dibatasi 5 tahun dengan mengikuti harga pasar, dan di antaranya ada yang akan berakhir pada tahun 2011. Di sisi lain, BUMN produsen pupuk, di mana hampir 80 persen produknya berupa pupuk bersubsidi, meski pemerintah memberi margin 10 persen bisa dipastikan margin laba bersih hanya sekitar 5%, tidak cukup untuk mendukung revitalisasi pabrik-pabrik pupuk yang rata-rata sudah berumur lebih dari 25 tahun. Dari sini tampak belum sinkronnya kebijakan antarinstansi pertanian, perindustrian, perdagangan, ESDM, keuangan, dan Kementerian Negara BUMN, di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
    Sangat valid Perumusan kebijakan publik secara nasional seyogianya harus dirumuskan berdasarkan pertimbangan yang dapat memberikan manfaat maksimal bagi rakyat Indonesia, yang paling efisien, dan yang dapat mengantisipasi risiko krisis pangan pada masa mendatang. Oleh karena itu, kebijakan publik swasembada pangan menjadi sangat valid. Jika hal itu menjadi pilihan pemerintah, tentu saja perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan turunan setiap instansi terkait yang tidak boleh bertentangan dengan kebijakan nasional. Artinya, dalam konteks industri pupuk, ketersediaan gas secara jangka panjang harusnya menjadi prioritas. Demikian juga, industri pupuk harus diberi laba yang cukup, agar dapat memupuk modal untuk revitalisasi dan pengembangan industri pupuk.
    Untuk mengatasi keluar dari kemelut, pada tahap transisi diperlukan dukungan pendanaan revitalisasi industri pupuk dalam bentuk PMP (penyertaan modal pemerintah) atau paling tidak pinjaman lunak. Pada industri pupuk di Indonesia ada beberapa persoalan yang timbul dari kebijakan publik yang kurang tepat. Persoalan-persoalan ini harus segera diatasi dengan cara memperbaiki kebijakan publik yang ada.
    Masalah pertama, sebagai konsekuensi pupuk diperlukan untuk menunjang program swasembada pangan, maka pemerintah memberi subsidi harga pupuk kepada petani kecil. Akibatnya terdapat tiga harga pupuk yang berlaku secara nasional. Ketiga harga pupuk yaitu harga subsidi untuk petani, harga perkebunan dan harga ekspor. Tentu saja dengan tiga harga pupuk yang berbeda, ditambah lagi pengaturan rayonisasi dan penetapan pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan, menyebabkan biaya dan risiko pengawasannya (agency cost) menjadi sangat tinggi.
    Masalah kedua, bahan baku gas dibeli berdasarkan harga pasar, sedangkan harga pupuk diatur sesuai kebijakan pemerintah. Jika memang pilihan kebijakan publiknya demikian (yaitu subsidi harga pupuk diatur oleh pemerintah), konsekuensi logisnya adalah bahwa seluruh biaya yang timbul dan berkaitan dengan kebijakan tersebut (agency cost), juga ditanggung oleh pemerintah. Biaya-biaya tersebut tidak hanya biaya subsidi harga pupuk tetapi juga termasuk biaya ketersediaan gas dan keterjangkauan harga gas serta biaya yang terkait dengan revitalisasi dan ekspansi pabrik pupuk.
    Masalah ketiga, di satu sisi demi menjamin ketersediaan pupuk dan keterjangkauan harga pupuk melalui kebijakan subsidi harga pupuk, hal ini telah menyebabkan industri pupuk termarginalkan, tidak dapat berkembang secara optimal, bahkan saat ini cenderung mengarah kepada deindustrialisasi. Di sisi lain, posisi Indonesia sebagai pemasok gas dan batu bara dunia (sebagai bahan baku utama pupuk), juga sebagai negara agraris, dan ditunjang dengan harga ekspor pupuk yang tinggi, seharusnya industri pupuk Indonesia berkembang pesat.
    Masalah keempat, program subsidi harga pupuk, menimbulkan moral hazard di semua lini dari hulu hingga ke hilir. Terjadi benturan kepentingan antara masing-masing pemeran utama industri ini. Produsen BUMN sesuai amanat Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas tentu harus memikirkan keberlanjutan (sustainability) industri pupuk. Di sisi lain sebagai agen pemerintah, pengemban PSO, BUMN harus melaksanakan kebijakan subsidi harga pupuk yang tentu saja tidak sinkron dengan karakter badan usaha pencari laba (komersial). Petani juga menghadapi hal yang sama. Daripada memakai sendiri pupuk subsidi untuk bertani yang hasilnya baru diperoleh dalam waktu berbulan-bulan, petani lebih terdorong untuk menjual pupuknya kembali karena terbuka peluang untuk segera mendapatkan uang tunai.
    Berdasarkan kajian di atas perlu kiranya dirumuskan kembali pola pemberian subsidi dan insentif langsung kepada petani kecil yang tidak mendistorsi proses pembentukan harga pupuk. Dengan demikian secara bertahap mengarah kepada pembentukan satu harga pupuk. Rekomenasi ini sekaligus menjadi solusi semua masalah yang dihadapi industri pupuk nasional saat ini. Dengan catatan tetap perlu penerapan manajemen perubahan yang efektif. Penyesuaian dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi kejutan yang tidak perlu.

    Lihat juga Artikel/Tulisan menarik lainnya:
    Ditjen Migas :: Media Tracking / Krisis-Gas-Bisa-Dorong-Deindustrialisasi
    Deindustrialisasi di Indonesia Benar-benar Nyata | ruli nizar's blog
    Deindustrialisasi Sebagai Dampak Neoliberalisme | Koran Online Indonesia: Berjuang Tanpa Kebencian
    » Blog Archive » Yang Tidak Muncul Dalam Kampanye LANJUTKAN! : Deindustrialisasi 2004-2009 dan FTA ASEAN-China
    KASUS ENRON dan KAP ARTHUR ANDERSEN | Uwiiii's Blog
    Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure by Michael Jensen, William Meckling :: SSRN  
     

    Good Corporate Governance


    Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) adalah proses
    dan struktur yang digunakan oleh Organ Perusahaan untuk menentukan kebijakan
    dalam rangka meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas Perseroan
    sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi Pemegang Saham dalam jangka
    panjang  dengan memperhatikan kepentingan para  Stakeholders  berdasarkan
    ketentuan Anggaran  Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Berikut Pedoman Good Corporate Governance
    silahkan unduh

    Pedoman Good Corporate Governance 2006
    Pedoman Good Corporate Governance Perbankan
    Pedoman Good Corporate Governance Perbankan
    Pedoman Good Corporate Governance Bisnis Syariah

    Sabtu, 16 Maret 2013

    Kisah Sang Gubernur (Akuntansi Keperilakuan)

    Siegel menceritakan tentang sebuah kisah pada tahun 1984 di Amerika Serikat tepatnya di kota New York  kisah tentang seorang Gubernur Mario M. Cuomo namanya.

    Pada Awal Pemerintahannnya, Pertemuan Pertama Pembahasan Anggaran.
    Mr. Cuomo dihadapkan pada kenyataan bahwa dia harus menaikan  Pajak untuk mengurangi belanja pengeluaran sekitar $ 300 juta.

    Cuomo telah berjanji kepada pemilihnya bahwa dia tidak akan menaikkan salah satu dari tiga pajak yaitu: pajak pendapatan individu, pajak perusahaan, dan pajak penjualan.

    Penasihat gubernur menyajikan sekitar 40 pilihan pendapatan tapi secara pribadi mendesak Cuomo untuk menaikkan pajak penjualan.

    Mr Cuomo kemudian menjelaskan kepada peserta meeting bahwa penasihatnya adalah seorang "budgeteers", “Mereka tidak mengerti psikologi".

    Sementara meningkatkan pendapatan dengan menaikan pajak dari salah satu dari tiga besar pajak akan  menghambat citra stabilitas yang Cuomo ingin buat dan akan menodai kredibilitas Cuomo dimata konstituen-nya.

    Jika pertemuan Pak Cuomo itu harus diadakan hari ini- dengan penasihat baru yang terlatih dalam akuntansi keperilakuaan -dia tidak akan membuat pernyataan kepada mereka  bahwa "mereka tidak mengerti psikologi ."

    Akuntansi perilaku adalah antar muka ilmu akuntansi dan sosial.
    Hal ini berkaitan dengan bagaimana perilaku manusia mempengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis dan perilaku manusia.


    Pemerintah Indonesia baik presiden maupun gubernur tentunya menghadapi hal yang sama, ketika mereka dihadapkan pada kenyataan memutuskan menutup kekurangan anggaran akibat belanja dan mencari jalan keluarnya.

    Menarik bukan...
    Akuntansi keprilakuan diterapkan hampir disemua level tidak cuma disektor pemerintahan saja.

    Selamat belajar tentang Akuntansi Keprilakuan.(Nurkhikmah)