dzikir

Senin, 15 Oktober 2012

LABA - RUGI DALAM TINJAUAN KONSEP ISLAM

LABA - RUGI  DALAM  TINJAUAN  KONSEP  ISLAM
Oleh  :  Nurkhikmah

I.    Pendahuluan

 “  Hai orang –orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.  Dan, hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.  Dan, janganlah penulis enggan menuliskannya  sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berutang  itu mengimlakkan  ( apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhanmu, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari utangnya.  Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.  Dan, persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang –orang lelaki diantaramu jika tidak ada  dua orang lelaki, bolehseorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi –saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa, seorang lagi mengingatkannya.  Janganlah saksi – saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar, sampai batas waktu membayarnya.  Yang demikian itu lebih adil di disi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak  (menimbulkan) keraguanmu…..(  Al –Baqarah ;  282).  “


Islam sangat memperhatikan aspek - aspek muamalah seperti perhatiannya terhadap ibadah, dan mengkombinasikan antara keduanya dalam kerangka yang seimbang. Syariat islam juga mengandung hukum -hukum syar’i yang umum yang mengatur muamalah keuangan dan nonkeuangan . Sebagai contoh , riset -riset dalam akuntansi islam menerangkan bahwa syariat islam sudah menckup kaidah - kaidah dan hukum - hukum yang mengatur operasional pembukuan (akuntansi), muamalah (transaksi - transaksi sosial) atau perdagangan.

Salah satu tujuan usaha (dagang) adalah meraih laba yang merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan pengoperasiannya dalam kegiatan dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan harta/modal dan melarang penyimpanannya sehingga tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas ekonomi.

Di dalam islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana yang telah di jelaskan oleh para ulama salaf dan khalaf. Mereka telah menetapkan dasar-dasar penghitungan laba serta pembagiannya dikalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba itu digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan penghitungan zakat, bahkan mereka juga menetapkan kriteria -kriteria yang jelas untuk menentukan kadar dan nisbah zakat yaitu tentang metode-metode akuntansi penghitungan zakat.

 II.    Pembahasan

A.    Pengertian  Laba  ( Khath)
    
     Pengertian laba secara bahasa ataumenurut Al –Qur’ an, As – Sunnah, dan pendapat ulama – ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialahpertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapatjuga dikatakan sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekspedisi dagang.
     Berikut ini beberapa aturan tentang laba dalam konsep Islam :
1. Adanya harta ( uang yang dikhususkan untuk perdagangan.
2. Mengoperasikan modal tersebut secara interaktif dengan dasar unsur-unsur  lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan sumber –sumber alam.
3. Memposisikan harta sebagai obyek dalam pemutarannya karena adanya kemungkinan –kemungkinan pertambahan atau pengurangan jumlahnya.
4. Sematnya modal pokok yang berarti modal bisa dikembaikan.

B.    Pengertian  Rugi  ( Khasarah )

     Khasarah ( Rugi) dalam konsep Islam mempunyai beberapa macam pengertian sesuai dengan tempat dan ruang lingkup yang dibicarakan , yaitu  :
1. Di bidang akidah .  Orang kaffir dan musyrik mencari  agama selain Islam, itu dianggap orang-orang yang merugi ( Khaasirun).
2. Dalam ibadah , tidak memperoleh pahala dari amalannya, berarti semua amalannya hilang dan tidak berguna.
3. Dalam bidang zakat, tidak memperoleh pahala dari harta kekayaannya yang tidak dikeluarkan zakatnya.
4. Dalam muamalah, kekurangan harta atau mengurangi harta dan timbangan.
5. Dalam akuntansi, berkurangnya pendapatan dari biaya-biaya yang keluar.

     Adapun pengertian yang akan kita pakai dalam topik ini adalah kekurangan yang terdapat pada harta perdagangan.  Karenanya, setiap biaya yang dikeluarkan berbentuk uang tanpa adanya pemasukan maka itu disebut rugi.
    
C.    Hubungan antara Laba dan Nama’ ( Pertumbuhan), hasil ( ghallah), dan faidah (Pendapatan) dalam muamalah.

     Nama’ ( pertumbuhan) ialah pertumbuhan pada pendapatan atau pada harta dalam jangka awaktu tertentu.   Para ulama fiqih malikiyah membagi nama’ dari segi sifatnya menjadi laba ( khususnya laba dagang ) , ghallah, dan faidah.

1. Dari hubungan antara laba dan nama’ yaitu laba dagang ( Ar – ribh at tijari) diaartikan sebagai pertambahan pada harta yang telah dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil dari proses barter dan perjalanan bisnis.  Laba ini dalam konsep akuntansi konvensional disebut laba dagang ( Ribh tijari).
2. Al – Ghallah ( laba insidentil), pertambahan yang terdapat pada barang dagangan sebelum penjualan, seperti wool atau susu dari hewan yang akan dijual.  Pertambahan seperti ini tidak bersumber pada proses dagang dan tidak pula pada usaha manusia.  Pertambahan seperti ini dalam konsep akuntansi positif  (konvensional ) disebut laba yang timbul dengan sendirinya / laba incidental atau laba minor atau pendapatan marginal atau laba sekunder.
3. Al  Faidah ( Laba yang berasal dari modal pokok) yaiut pertambahan pada barang milik ( asal modal pokok) yang ditandai dengan perbedaan antara harga waktu pembelian dan harga penjualan , yaitu sesuatu yang baru dan berkembang dari barang-barang milik, seperti susu yang telah diolah yang berasal dari hewan ternak.  Dalam konsep akuntansi konvensional disebut laba utama (primer) atau laba dari pengoperasian modal pokok.

D. Batasan – Batasan dan Kriteria Penentuan Laba dalam Islam.

     Dalam teori akuntansi konvensional tidak satupun pendapat yang tegas yang dapat diterima tentang batasan- batasan dan  kriteria penentuan laba.   Menuraut konsep Islam, nilai – nilai keimanan, akhlak dan tingkah laku seorang pedagang muslim memegang peranan utama dalam mempengaruhi penentuan kadar laba dalam transaksi atau muamalah.
     Kriteria –kriteria Islam secara umum yang dapat memberi pengaruh dalam penentuan   batas laba yaitu :

1. Kelayakan dalam Penetapan Laba
Islam menganjurkan agar para pedagang tidak berlebihan dalam mengambil laba.  Ali bin Thalib r. a. berkata, “ Wahai para saudagar !  Ambillah ( laba) yang pantas maka kamu akan selamat ( berhasil) dan jangan kamu menolak laba yang kecil karena itu akan menghalangi kamu dari mendapatkan ( laba) yang banyak .”
Pernataan ini menjelaskan bahwa batasan laba ideal ( yang pantas dan wajar) dapat dilakukan dengan merendahkan harga.  Keadaan ini sering menimbulkan bertambahan jumlah barang dan meningkatnya peranan uang dan pada gilirannya akan membawa pada pertambahan laba. 

2. Keseimbangan antara Tingkat Kesulitan dan Laba
Islam menghendaki adanya kesimbangan antara standar laba dan tingkat kesulitan perputaran serta perjalanan modal.  Semakin tinggi tingkat kesulitan  dan resiko , maka semakin besar pula laba yang diinginkan pedagang.
Pendapat para  ulama fiqih, ahli tafsir,  dan para pakar akuntansi Islam di atas menjelaskan bahwa ada hubungan sebab akibat (kausal ) antara tingkat bahaya serta resiko dan standar laba yang diinginkan oleh si pedagang.  Karenanya, semakin jauh perjalanan , semakin tinggi resikonya, maka semakin tinggi pula tuntutan pedagang terhadap standar labanya.  Begitu pula sebaliknya, akan tetapi semua ini dalam kaitnnya dengan pasar islami yang dicirikan kebebasan bermuamalah hingga berfungsinya unsur penaawaran dn unsure permintaan.  Pasar islami juga bercirikan bebasnya dari praktik –praktik monopoli, kecurangan, penipuan, perjidian, pemalsuan, serta segala jenis jual beli yang dilarang oleh syariat.  Jadi, di sini , iman, akhlak dan tingkah laku yang baik mempunyai peran yang sangat penting dalam kesucian pasar.

3. Masa  Perputaran  Modal
Peranan  modal berpengaruh pada standarisasi laba yang diinginkan oleh pedagang, yaitu dengan semakin pajangnya masa perputaran dan bertambahannya tingkat resiko, maka semakin tinggi pula standar laba yang yang diinginkan oleh pedagang atau seorang pengusaha.  Begitu juga dengan semakin berkurangnya tingkat bahaya, pedagang dan pengusaha pun akan menurunkan standarisasi labanya.  Setiap standarisasi laba yang sedikit akan membantu penurunan harga, hal ini juga akan menambah peranan modal dan memperbesar laba.

4. Cara Menutupi Harga Penjualan
Jual beli boleh dengan harga tunai sebagaimana juga boleh dengan harga kredit.  Juga boleh dengan tunai sebagiannya saja dan sisanya dibayar dengan cara kredit (cicilan), dengan syarat adanya keridhoan keduanya ( pedagang dan pembeli).  Jika harga dinaikkan dan si penjual memberi tempo waktu pembayaran, itu juga boleh karena penundaan waktu pembayaran itu adalah termasuk harga yang merupakan bagian si penjual. 

5. Unsur –Unsur Pendukung
Di samping unsur– unsur  yang dapat memberikan pengaruh pada standarisasi laba, seperti unsur –unsur yang berbeda dari waktu ke waktu, atau keadaan ekonomi, baik yang marketable  maupun yang non marketable, bagaimanapun juga unsur–unsur itu tidak boleh bertentangan dengan kaidah –kaidah hukum Islam. 

E.    Dasar – Dasar Pengukuran Laba dalam Islam

1. Taqlib dan Mukhatarah  ( Interaksi dan Resiko )
Laba  adalah hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis , seperti menjual dan membeli, atau jenis-jenis apa pun yang dibolehkan syar’i.  Untuk itu, pasti ada kemungkinan bahaya atau resiko yang akan menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu putaran dan pertambahan  padaputaran lain.  Tidak boleh menjamin pemberian laba dalam perusahaan –perusahaan mudharabah dan musyarakah. 

2. Al – Muqabalah, yaitu perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukuan dan hak – hak milik pada awal periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang  yang ada pada akhir itu  dengan nilai barang yang ada pada awal periode yang sama.  Juga bisa dengan membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan income  (pendapatan) .

3. Keutuhan modal pokok, yaitu  laba tidak akan tercapai kecualli setelah utuhnya modal pokok dari segi kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang  yang dimiliki sejak awal aktivitas ekonomi.

4.  Laba dari produksi, Hakikatnya dengan Jual Beli dan Pendistribusian, yaitu 
Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua aktivitas penjualan dan pembelian, atau memproduksi dan menjual yaitu dengan pergantian barang menjadi uang dan pergantian uang  menjadi barang dan seterusnya , maka barang yang belum terjual pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang menunjukkan perbedaan antara harga yang pertama dan nilai harga yang sedang berlaku.
Berdasarkan niali ini, ada dua macam laba yang terdapat pada akhir tahun, yaitu laba yang berasal dari proses jual beli dalam setahun dan laba suplemen, baik yang nyata maupun yang abstrak karena barang –barangnya belum terjual.

5. Penghitungan  nilai barang di akhir tahun
Tujuan penilaian sisa barang yang belum sempat terjual di akhir tahun adalah untuk penghitungan zakat atau untuk menyiapkan neraca-neraca keuangan yang didasarkan pada nilai penjualan yang berlaku di akhir tahun itu, serta dilengkapi dengan daftar biaya-biaya pembelian dan pendistribusian.  Dengan cara ini, tampaklah perbedaan antara harga yang pertama dan nilai yang berlaku yang dapat dianggap sebagai laba abstrak.
Proses penilaian yang didasarkan pada nilai pasaran ( penjualan) itu berlaku untuk barang dagangan, sedangkan penilaian pada modal tetap berlaku untuk menghitung kerusakan –kerusakan ( yang merupakan salah satu unsure biaya produksi), maka penilainnya harus berdasarkan harga penukaran .

F.    Cara  Pengukuran  Laba  dalam  Islam
    
     Dalam islam, metode penghitungan laba didasarkan pada asas perbandingan.  Perbandingan itu adakalanya antara nilai harta di akhir tahun dan di awal tahun, atau perbandingan antara harga pasar yang berlaku untuk jenis barang tertentu di akhir tahun dan di awal tahun , atau juga bisa antara pendapatan –pendapatan dan biaya – biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan income –income tersebut.
    
1. Cara  Pertambahan  pada  Modal  Pokok

Laba  =  nilai harta pada akhir tahun -  modal pokok di awal tahun

Metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa laba yang merupakan pertumbyhan pada modal pokok itu merupakan hasil dari proses petukaran barang dalam periode waktu tertentu.
Contoh  :
Tanggal  11 Juli 2002, Tuan  Kamal  mulai berdagang dengan modal     Rp100.000.000 .  Pada akhir tahun , kekayaan / harta yang dimiliki Tuan Kamal sebagai berikut :  uang tunai  Rp  45.000.000,  piutang  Rp  50.000.000,  dan sisa barang   Rp 25.000.000.
Pertanyaannya adalah bagaimana cara menghitung laba yang menjadi hakTuan  Kamal.

Jawab :
Total Harta /kekayaan pada akhir tahun    =  Rp 45.000.000 +  Rp 50.000.000  + Rp  25.000.000    =   Rp  120.000.000
Modal  Pokok      =   Rp  100.000.000
Laba                     =   Rp  120.000.000  -  Rp  100.000.000  =  Rp  20.000.000

2. Metode perbandiangan antara nilai barang yang ada di awal dan akhir tahun

Laba  =  ( nilai seluruh kekayaan di akhir tahun +  nilai penjualan selama setahun) -  ( nilai barang yang ada di awal tahun + biaya pembelian barang selama  setahun )

Metode ini didasarkan pada pengukuran nilai kekayaan yang ada pada awal tahun dengan nilai barang yang ada pada akhir tahun, dengan langsung menghitung nialai barang-barang yang dibeli dan dijual dalam setahun.  Metode ini cocok untuk perusahaan yang memakai system transaksi tunai.

3. Metode  Penganggaran  (  Hak –hak milik murni pada awal tahun )

Laba  =  Hak milik bersih akhir tahun  - Hak milik bersih awal tahun

Yang dimaksud dengan hak kepemilikan bersih ( jaminan keuangan bagi si pemilik perusahaan) ialah nilai barang –barang yang ada dikurangi dengan jumlah nilai permintaan yang masih akan dikeluarkan atau dibayarkan perusahaan.
Penerapan  metode ini harus menggunakan informasi yang lengkap terhadap barang – barang perusahaan serta semua permintaan atau pesanan sejak awal tahun sampai akhir tahun.

4. Metode perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran

Laba  =  Pendapatan  ( pemasukan)  -  Pengeluaran  ( Biaya )

Unsur unsur pendapatan dan biaya harus unsur – unsur yang halal , tidak mengandung unsur –unsur  yang dilarang  ( haram).



III.   Kesimpulan


1.    Laba  dalam konsep islam ialah pertambahan pada modal pokok dagang, pertambahan  yang berasal dari barter ( taqlib) dan ekspedisi yang mengandung resiko (  mukhatarab) adalah untuk memelihara harta.   Laba tidak akan ada kecuali setelah selamatnya modal pokok secara utuh.
    Rugi adalah kekurangan yang terdapat pada harta perdagangan.  Karenanya, setiap biaya yang dikeluarkan berbentuk uang tanpa adanya pemasukan maka itu disebut rugi.

2.    Faktor –faktor penting yang menentukan batas ukuran laba dalam konsep islam adalah  :
a.    nilai iman, akidah, serta tingkah laku  pedagang.
b.    kewajaran dalam mengambil laba.
c.    periode perputaran modal.
d.    keseimbangan antara tingkat resiko dan bahaya dengan laba.
e.    cara menutupi harga penjualan ( harga barang yang akan dijual)

3.    Pengukuran laba dalam islam telah menetapkan beberapa kaidah penting, diantaranya  yaitu  :
  • taqlib dan mukhatarah
  • keselamatan dan keutuhan modal pokok
  • perbandingan  ( muqabalah)
  • mendapatkan laba dengan produksi dan jual beli serta pembagiannya secara proposional.
  • penilaian barang berdasarkan harga yang sedang berlaku  dan lain sebagainya.

4.    Metode penghitungan laba dalam islam  :
  • metode penghitungan kelebihan pada modal pokok.
  • metode perbandingan antara nilai barang yang ada di akhir tahun dan nilai barang yang ada pada awal tahun.
  • metode perbandingan antara pendapatan dan biaya atau pengeluaran.


    
DAFTAR   PUSTAKA
    
1. Dr. Ahmad Tamam Muhammmad  Said, 1990;  “At – Takyif asy –syar’i wa al – muhasabi li ar –Rbh fi al –Masyu’at al –islamiah,”  Mukhtamar Perkantoran dalam Islam si Universitas Al –Azhar .

2.    Dr.  Husein  Syahatah, 2001; “  Pokok –Pokok  Pikiran  Akuntansi  Islam”, Akbar Media  Eka Sarana, Jakarta.